di Wat Sukontawas, Surrathanis, Thailand.
Pertanyaan : Jenis meditasi apakah yang anda ajarkan di sini?
Jawaban : Disini anda bisa melihat para yogi berlatih berbagai macam teknik meditasi. Buddha sendiri menerangkan lebih dari 40 teknik meditasi kepada para pengikut-Nya. Tidak semua orang mempunyai latar belakang yang sama, kemampuan yang sama. Saya tidak hanya mengajarkan satu teknik saja melainkan berbagai macam teknik meditasi, memilih mana yang terbaik untuk masing-masing siswa. Beberapa di antaranya ada yang berlatih pernapasan, sementara ada juga yang berlatih untuk mengamati sensasi di tubuh. Sebagian lagi berlatih cinta kasih/metta. Untuk beberapa yang datang saya memberi petunjuk untuk berlatih meditasi pandangan terang awal, dan untuk yang lain saya mengajarkan metode samatha yang bertujuan membimbing mereka pada latihan pandangan terang lebih tinggi dan kebijaksanaan.
Pertanyaan : Anda mengatakan ada banyak cara bagus untuk berlatih. Bagaimana dengan klaim guru-guru yang lain bahwa cara merekalah yang sesuai dengan ajaran Buddha dan teknik lain tidak akan menuju ke pencerahan?
Jawaban : Inti semua latihan yang diajarkan oleh Buddha dapat diringkas dalam satu kalimat: Jangan melekat terhadap apapun. Sering bahkan orang yang bijaksana pun masih melekat kepada satu cara/metode yang cocok untuk mereka. Mereka masih tidak dapat melepaskan secara penuh kemelekatan pada metodenya, guru mereka. Mereka tidak sejalan dengan secara umumnya dari semua latihan kita. Ini tidak berarti bahwa mereka adalah guru yang kurang baik. Anda harus berhati-hati dalam menilai mereka, atau melekat kepada ide anda bagaimana seharusnya seorang guru itu. Kebijaksanaan bukanlah sesuatu yang bisa kita jadikan kemelekatan. Membiarkan terbebas dari kemelekatan akan membuat kebijaksanaan mengalir. Saya sangat beruntung bisa menguasai beragai latihan dari para guru sebelum saya mulai mengajar. Sangat banyak cara yang baik, yang paling penting adalah anda bertekad untuk berlatih secara sungguh-sungguh dengan keyakinan dan semangat. Dan anda akan tahu hasilnya sendiri.
Pertanyaan : Apakah Anda menginstruksikan pengikut untuk mulai dengan meditasi vipasana atau dengan samatha?
Jawaban : Lebih sering mereka memulai dengan latihan pandangan terang, kadang saya juga memulai dengan latihan meditasi samatha (jhana), apalagi jika mereka sudah mempunyai pengalaman meditasi atau mereka mudah untuk berkonsentrasi. Tetapi pada akhirnya, semua harus kembali ke latihan meditasi pandangan terang.
Ada kotbah dalam kitab suci Tipitaka dimana saat Sang Buddha menerima kunjungan beberapa umat awam dan berbicara mengenai poin ini. Buddha menjabarkan macam-macam sifat para Bhikkhu yang duduk berkelompok di pekarangan di hadapan sang Buddha :
Lihatlah bagaimana para bhikkhu yang memiliki kecenderungan dengan sifat kebijaksanaan yang tinggi, berkumpul bersama Sariputra, siswa-Ku yang paling bijaksana. Juga lihatlah, bagaimana mereka yang memiliki kecenderungan terhadap kekuatan supranatural berkumpul dengan siswa-Ku yang utama Maha Moggalana. Dan yang memiliki kecenderungan terhadap peraturan kebhikkhuan, bersama dengan Upali, ahli Vinaya, sementara mereka yang berkecenderungan dalam Jhana lebih menonjol……….
Jadi bisa kita lihat sejak jaman sang Buddha, guru-guru selalu memberikan kelonggaran memilih jenis meditasi yang cocok untuk sang yogi.
Pertanyaan : Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu tektik meditasi yang cocok bagi seseorang?
Jawaban : Dalam membimbing siswa, saya melihat pengalaman latihan dia di masa lalu dan kecenderungan. Saya juga mempertimbangkan berapa banyak waktu dan tenaga yang murid ini bisa luangkan untuk berlatih meditasi: Apakah dia ini belum berpengalaman, apakah dia berlatih satu jam sehari ataukah dia ini seorang Bikkhu yang berkeinginan untuk berlatih sepanjang hari? Juga mengenai temperamen, apakah temperamen murid ini mempengaruhi latihan meditasinya? Meditasi cinta kasih/metta adalah awal yang baik untuk yang suka marah-marah. Meditasi pengendalian diri adalah baik untuk murid yang lebih memperhatikan orang-orang di sekitar ketimbang latihannya sendiri. Banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih meditasi yang cocok. Meditasi adalah jalan hidup. Yang kita bicarakan di sini adalah meditasi sebagai teknik untuk mengembangkan diri lebih jauh, tetapi kita harus ingat setiap hal dalam kehidupan merupakan meditasi. Berbicara soal teknik, jika anda memilih salah satu dari teknik dasar Buddhist yang mengarah pada pandangan terang, dan berlatih dengan sungguh-sungguh, anda tak akan salah.
Pertanyaan : Apakah Anda bisa memberi tips mengenai seperti apakah caranya untuk mengarahkan latihan kita?
Jawaban : Latihan harus diarahkan berlawanan dengan kemelekatan atau rintangan batin yang menonjol dari anda. Jika anda jujur terhadap diri anda, anda bisa mengenali hal ini dengan mudah. Sebagai contoh, jika temperamen kita adalah temperamen yang membawa anda pada ketidak-pedulian, anda harus lebih berupaya keras untuk melatih kasih sayang. Jika nafsu adalah masalahnya, gunakan perenungan terhadap bagian tubuh yang menjijikan, sampai anda dapat melihat sifat alamiah secara lebih jelas, bebas dari nafsu kita dengan sendirinya. Kalau anda merasa penuh keraguan dan penuh khayalan, kembangkanlah pengamatan dan rasa kepekaan terhadap latihan anda, belajar dan amati secara jelas bagaimana cara mengatasi kekurangan tersebut. Tetapi anda harus berlatih dengan penuh pengabdian dan kejujuran, anda harus memiliki pengabdian pada jalan yang anda pilih sendiri dengan keinginan yang tidak pernah padam untuk mengetahui kebenaran. Kalau tidak, maka latihan anda tidak berkembang dan malah nantinya hanya akan menjadi seperti ritual/kebiasaan belaka! Pengakhiran lobha, dosa dan moha di dalam hati kita adalah tujuannya. Perlahan-lahan, dari waktu ke waktu, anda tetap di jalan anda dengan kokoh. Berlatihlah tanpa rasa takut sampai ke arah kemelekatan anda, lakukan terus sampai anda terbebaskan. Hanya itu.
Pertanyaan : Lebih baik latihan sendiri atau di dalam kelompok meditasi?
Jawaban : Berbeda-beda, Dalam hal yogi yang baru, jika mereka serius dan bersemangat tinggi, akan lebih baik jika mereka berlatih sendiri dan diawasi secara seksama pada saat awal-awal meditasi. Bagi yang kurang serius, atau kurang disiplin, atau yang kurang stabil dan perlu dekat dengan guru, mereka ini harus berlatih di dalam group yang lebih terstruktur dan lebih mendukung. Dengan cara ini mereka bisa dibantu dan diinspirasi dan dapat menggunakan semangat/tenaga dari kelompok untuk menguatkan latihan mereka. Sedangkan bagi murid yang berpengalaman, jika mereka disiplin dan tulus, menyendiri dalam kesunyian adalah yang terbaik. Siswa-siswi seperti ini akan dapat menolong diri mereka sendiri dan jalan mereka akan lebih dalam tanpa harus didorong oleh guru atau group-nya. Bagi yang kurang disiplin, walaupun berpengalaman, lebih baik bagi mereka untuk berlatih di dalam kelompok. Disiplin dan latihan yang sungguh-sungguh akan membantu mereka menembus penolakan dari dalam diri sendiri hingga mereka bisa melihat kebenaran Dhamma. Setelah itu latihan mereka akan berkembang, baik sendiri atau di dalam kelompok, sama saja.
Pertanyaan : Apakah Anda juga menganjurkan latihan yang keras dan di tempat yang terisolir?
Jawaban : Tentu saja. Bagi yang siap, latihan intensif yang ketat sangatlah berguna. Jika terisolasi akan lebih cepat meraih konsentrasi yang kuat dan pandangan terang yang jernih. Bahkan saat ini pun, saya sendiri selama sebulan dalam setahun, pergi hanya berbekalkan jubah dan mangkuk, tinggal sendiri di dalam hutan dan berlatih dengan intensif. Murid-murid disini dianjurkan untuk melakukan hal yang sama. Dengan pengalaman yang bertambah, mereka dapat menemukan keseimbangan sendiri antara pergi untuk retret intensif secara berkala dan di luar waktu itu hidup dalam kehidupan meditasi sehari-hari.
Sedangkan latihan dalam retret intensif, dalam retret yang lebih lama siswa saya biasanya berlatih vipassana sederhana, mengamati perubahan pada batin dan jasmani. Untuk jangka waktu yang lebih pendek seringkali efektif pada latihan konsentrasi tertentu atau mencoba mencoba menerobos sikap tubuh tertentu. Pada akhirnya, latihan harus kembali ke pandangan terang dan melepas. Ini tujuan dari semua ajaran Sang Buddha.
Pertanyaan : Dapatkah anda menerangkan proses menerobos melalui sikap tubuh
Jawaban : Ketakutan kita pada rasa sakit dan kemelekatan kita kepada tubuh kita akan mengintervensi kejernihan dan kebijaksanaan batin kita. Bagi para siswa yang memiliki semangat dan kecenderungan, saya menganjurkan latihan pandangan terang, memusatkan perhatian pada gerakan atau perasaan / sensasi (vedana) yang muncul pada tubuh kita. Ini dilakukan pada waktu bertahan hanya pada satu sikap tubuh – entah berdiri berjalan atau duduk untuk waktu yang lama. Ketika sang yogi bertahan pada satu sikap tubuh, rasa sakit bertambah kuat dan ia harus berkonsentrasi langsung pada perasaan-perasaan ini. Perasaan sakit pada tubuh ini adalah objek yang tepat untuk konsentrasi. Pada akhirnya batin akan melihat rasa sakit bukan sebagai rasa sakit tetapi merupakan sensasi jernih yang baik yang disukai maupun yang tidak disukai muncul dan tenggelam dalam tubuh. Seringkali para yogi duduk atau berdiri selama dua puluh empat jam dalam satu posisi. Ketika kita telah berhenti bergerak, penderitaan (rasa sakit) yang memang ada dalam tubuh kita mulai memperlihatkan diri. Kadang-kadang baru setelah delapan jam atau lebih baru sang yogi dapat memecahkan kemelekatannya terhadap rasa sakit pada tubuhnya. Setelah itu tak perlu bergerak. Batin menjadi sangat jernih, terkonsentrasi, dan lentur. Kebahagiaan dan kegairahan batin mengikuti pecahnya rasa sakit ini. Meditator dapat melihat dengan jernih dengan batin yang seimbang, timbul dan tenggelamnya fenomena batin dan jasmani. Bersamaan dengan terhentinya keinginan dan berkembangnya konsentrasi maka kebijaksanaan juga berkembang.
Mengeliminasi sensasi posisi tubuh adalah satu dari banyak latihan-latihan yang kita gunakan di sini. Ini hanya digunakan bagi yogi yang serius dan dibawah pengawasan seksama.
Bersambung
diterjemahkan dari kutipan buku
Living Dharma:
Teachings of 12 Buddhist Masters
karya Jack Kornfield
terbitan Shambala, tahun 1996
ACHAAN JUMNIEN, Bab 15, hl. 272 - 285
Tidak ada komentar:
Posting Komentar