Selasa, 09 Oktober 2012

Hidup dengan Kasih Sayang

Hidup dengan Kasih sayang
Bekerja dengan Kasih sayang
Meninggal dengan Kasih sayang 
Bermeditasi dengan Kasih sayang  
bersantai dengan Kasih sayang 

Masalah datang, alami mereka dengan kasih sayang.


- Lama Zopa Rinpoche -



Rabu, 01 Juni 2011

Meditasi bagaikan memelihara bebek - ajahn Chah

Friends by Darek M.
--------------------------
Latihan Anda bagaikan memelihara bebek. Tugas Anda adalah memberinya makan dan minum. Tumbuh dengan cepat atau lambat adalah urusan bebek itu, bukan urusan Anda. Biarkan saja, dan kerjakan saja tugas Anda. Urusan Anda adalah berlatih. Apakah Anda maju dengan cepat atau lambat, cukuplah untuk mengetahuinya. Jangan mencoba untuk memaksanya. Latihan seperti ini mempunyai dasar yang baik.
sumber : Ajahn Chah Teaching's  Facebook.com
 

Kumpulan wawancara dengan Ajahn Jumnien ( 2 )

Pertanyaan   : Banyak guru Vipassana yang menekankan pada satu aspek kewaspadaan seperti sensasi, perasaan atau kesadaran. Bukankah perhatian yang berkembang pada salah satu hal ini akan menuju pada tempat yang sama, yaitu perhatian menyeluruh dan dalam?
Jawaban   : Tentu saja. Pada setiap keadaan dan pada setiap pengalaman tercermin Dhamma secara keseluruhan. Ini berarti bahwa aspek tubuh atau jasmani manapun yang kita amati dapat membawa kita pada konsentrasi yang mendalam dan pengertian terhadap hakekat diri kita sendiri. Dalam melihat totalitas siapa diri kita, niscaya kita juga akan menyadari bagaimana seluruh dunia pun ternyata memiliki karakteristik yang sama! Kita akan melihat ketidak kekalan, perubahan semua pengalaman, kita akan melihat ketidak amanan dalam keadaan apapun, dan yang terpenting kita akan mengetahui sifat ketiadaan hakekat pada semua keadaan. Seseorang dapat bermeditasi pada bagian manapun dari pengalaman langsung kita, penglihatan, suara, bau, rasa, sensasi-sensasi, perasaan, atau unsur-unsur batin. Untuk memusatkan perhatian pada salah satu area ini adalah cara yang baik untuk memperdalam konsentrasi dan  pendangan terang secara bersamaan.
Namun pada titik tertentu batin menjadi sangat jernih dan seimbang sehingga fenomena apapun yang timbul akan nampak dan dibiarkan tak tersentuh oleh batin tanpa ikut campur. Ia akan berhenti melihat hanya pada satu hal saja, dan segala sesuatu hanya nampak sebagai batin dan jasmani saja, proses kosong yang timbul dan tenggelam kembali sebagaimana apa adanya, atau hanya nampak sebagai getaran atau enerji, pengalaman kekosongan. Yang muncul dari keseimbangan batin yang sempurna tanpa bereaksi sehingga kita mendapatkan kebebasan yang sesungguhnya, melewati penderitaan, melewati diri, hanya alam semesta yang berhenti dan kosong.


Pertanyaan   : Adakah penggunaan lain perhatian pada pikiran, menggunakan pikiran pada meditasi?
Jawaban   : Jika kita pertama mulai berlatih kita mulai melihat sifat alamiah dari proses berpikir kita. Arus gagasan yang tak ada akhirnya, fantasi, penyesalan, rencana, pertimbangan, ketakutan, keinginan, komentar, kecemasan, dan seterusnya. Ini dapat sangat membantu, terutama pada tahap awal meditasi, bekerja dengan pikiran, untuk mengarahkan pikiran pada latihan. Hal ini berarti melatih pikiran yang berhubungan dengan Dhamma, umpamanya perhatian kepada empat unsur. Mengamati bagaimana kita semua mengetahui bahwa bentuk selalu berubah, bahwa dunia kita secara sederhana adalah permainan perubahan unsur. Kita juga dapat mengarahkan pikiran kita untuk mengamati ketiga ciri khas pada semua situasi dalam hidup kita. Kita dapat berpikir mengenai kehidupan dan kematian yang menunggu sebagai cara untuk mengerti pengalaman kita yang berhubungan dengan Dhamma. Semua ini melatih pengertian benar. Dari buku-buku dan ajaran kita bergerak mengarahkan pikiran dan pengertian kita, dan akhirnya bermeditasi untuk mendapatkan pengertian diam di dalam batin kita

Pertanyaan   : Apakah diskusi Dhamma berguna untuk latihan?
Jawaban   : Jika pikiran terkonsentrasi dan diam maka kebijaksanaan dapat bertumbuh jika kita mendengar Dhamma dari mereka yang berbicara dengan bijak. Tentu saja, jika anda harus berbicara, pembicaraan mengenai Dhamma adalah pembicaraan yang paling sesuai. Tapi berbicara seringkali menambah kabur batin kita, hanya jika batin kita diam maka kita dapat mendengar Dhamma dengan cara yang segar dan sangat hidup, dalam diri kita dan dalam cara segar yang sangat hidup, dalam diri kita dan juga dalam kata-kata orang lain yang memiliki pengertian. Bagi banyak orang pikiran sudah terlalu penuh oleh kata-kata dan bentuk-bentuk pikiran, sementara latihan yang terbaik adalah melatih konsentrasi dan diam.

Pertanyaan   : Sehubungan dengan beberapa cara latihan disini, bagaimana Anda merekomendasi para yogi dalam hal makan?
Jawaban   : Isi dari makanan tidaklah terlalu penting. Yang penting harus cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Yang penting adalah bagaimana memakan makanan tersebut. Pada keadaaan normal  kita memiliki banyak keinginan yang berhubung dengan makanan. Meditasi kita adalah cara untuk mengatasi keinginan kita. Makanan harus diterima, dipersiapkan, dan dimakan dengan perhatian penuh pada proses yang terjadi. Beberapa macam meditasi makan termasuk melihat semua makanan dan substansi yang berada di sekelilingmu dalam bentuk empat unsur (tanah, air, api dan udara). Dengan demikian anda dapat menyelami aliran unsur yang berada di dalam dan di luar tubuh anda. Sensasi sentuhan dari makanan di tangan dan mulut anda, sentuhan bau pada hidung, sentuhan tangan pada mangkuk (patta). Terpusat jernih pada kontak, sentuhan rasa di lidah pada keseluruhan proses  pada waktu makan, dan anda akan dapat mengatasi nafsu-nafsu keinginanmua. Jika keinginan anda cukup kuat maka anda dapat bermeditasi pada sifat memuakkan dari makanan selama persiapan, mencerna dan kehancuran, atau bermeditasi pada perubahan konstan pada makanan dari ladang petani hingga masuk ke dalam perut.  Yang paling sederhana adalah sungguh-sungguh waspada dari proses mendapatkan dan memakan makanan. Perhatikan batin ketika  kesadaran berubah, keinginan datang dan pergi, keinginan untuk makan, mengunyah, merasakan… apapun yang disadari perhatikanlah prosesnya. Meditasi apapun terhadap makanan akan membantu kita memecah nafsu keinginan yang membawa kita pada kejernihan dan kebebasan yang melampaui nafsu keinginan


Pertanyaan   : Bagaimana halnya dengan hatha yoga atau latihan tubuh lainnya?
Jawaban   : Ini mungkin bisa membuat tubuh kita sehat, tapi beberapa latihan tertentu tidak penting dalam usaha kita. Sejalan dengan kemajuan dalam meditasi, tubuh kita secara otomatis akan menjadi lebih seimbang. Kemajuan dalam konsentrasi dan kesadaran akan memperbaiki postur tubuh kita dan aliran tenaga akan lebih bebas di tubuh, badan anda pun akan terasa ringan, lebih seimbang dan lebih berenergi / bersemangat. Anda tidak perlu memikirkan hal ini atau menambahkannya ke dalam daftar keinginan, hal ini akan datang sendiri.
Saya sendiri tidak pernah berlatih hatha yoga atau yang lainnya, saya menemukan bahwa tidur kurang dari tiga jam sudah cukup. Saya selalu merasa ringan dan penuh energi dan biasa berjalan di pegunungan tanpa makan selama berhari-hari, tanpa berhenti dan tidak merasa ada efek buruk, semua dengan menjaga pikiran kita secara disiplin menggunakan meditasi. Seharusnya kita menjaga kondisi tubuh, tapi janganlah menganggap pencapaian jasmaniah/ tubuh sebagai basis dari latihan kita.

Pertanyaan   : Seberapa penting latihan kebijakan dan moral dalam latihan kita?
Jawaban   : Sangatlah mutlak. Ada tiga level penting dari kebijakan. Pertama menghindari dari perbuatan yang tidak berguna, menjaga sila-sila yang utama. Kedua adalah kebijakan menjaga nafsu, menjaga enam indera, termasuk pikiran pada latihan dan menjauhi hawa nafsu. Ketiga adalah kebijakan murni melampaui segala aturan atau sila yang muncul dari pikiran yang tenang dan jernih. Dalam hal ini kebijaksanaan muncul selaras dengan ke-6 indera kita dan setiap saat kita hidup di dunia ini kita selalu penuh kesadaran dan jangan hanya mementingkan diri sendiri. Kita semua harus mulai berlatih dua kebijakan pertama, sejalan dengan jernihnya dan tenangnya pikiran kita, kebajikan dari dalam akan muncul. Hal ini akan tumbuh seiring dengan keselarasan antara badan dan pikiran, dengan melepaskan nafsu-nafsu, dan dengan disertai pengertian yang dalam akan kehampaan dunia.

Pertanyaan   : Berapa lama waktu yang Anda anjurkan bagi seseorang yang telah berumah tangga atau yang masih belum berpengalaman untuk berlatih?
Jawaban   : Seseorang yang masih penuh keraguan dan masih lemah dalam berlatih, mereka boleh berlatih selama satu jam per sesi, sepanjang mereka suka, tanpa paksaan, tapi terus menerus secara perlahan sampai mereka bisa merasakan faedahnya. Bagi yang sudah melihat hasil dari latihannya, mereka harus meditasi sesering mungkin, setiap hari, mungkin duduk tenang bermeditasi satu jam pada pagi hari dan sore hari. Bagi yang mengerti kebenaran sejati dari latihan, melakukan aktifitas duniawi bukan sesuatu hambatan. Kesadaran dan kejernihan dapat dikembangkan dalam setiap saat. Mereka mengerti bagaimana semua situasi adalah pengalaman dan meditasi yang benar bukanlah terpisah dari kehidupan tetapi pengembangan ketenangan dan kebijaksanaan diri dalam segala situasi. Lalu latihan seseorang dalam Dhamma melampaui batasan waktu dan situasi.

Pertanyaan   : Saya sering mendengar berbagai macam penuturan yang bersilangan mengenai absorpsi (Jhana). Ada yang berpendapat hampir tidak ada yang bisa mencapainya pada jaman sekarang ini. Ada yang berpendapat absorpsi (jhana) itu sangat penting untuk mencapai Nibanna. Ada juga yang berpendapat hal tersebut malah menghambat kebijaksanaan kita, mana yang benar?
Jawaban   : Masih ada yang bisa mencapai Jhana pada jaman saat ini, dan meski bukan merupakan sesuatu yang harus dicapai untuk menuju nibbana, pencapaian jhana adalah jalan terbaik untuk beberapa orang. Seseorang juga bisa mencapai Nibana dengan vipasana tanpa Jhana. Murid-murid saya berlatih kedua cara ini. Yang berlatih samatha menggunakan meditasi pernafasan atau visualisasi/kasina sampai pencapaian absorpsi/jhana, lalu mereka menggunakan Vipasana setelah keluar dari absorpsi/jhana. Sering kali saya juga berlatih dengan mereka, bersama dalam satu tingkatan, untuk memonitor latihan mereka. Jika seseorang dapat mencapai Jhana dan juga Vipasana, ada keuntungan-keuntungan tambahan tersendiri. Di dalam Kitab Suci (Tipitaka, red.) ada banyak rujukan mengenai tidak sedikit dari murid-murid Sang Buddha yang menjadi tercerahkan (pemasuk-arus) setelah masuk dalam absorpsi (Jhana). Mereka secara jelas mendapatkan manfaat dari latihan ini, bahkan juga setelah mereka mencapai pencerahan sepenuhnya. Jadi, demikian juga untuk kita, kekuatan batin yang didapat dari absorpsi (Jhana) itu sangat berguna bagi pertambahan keseimbangan batin, kesehatan tubuh dan pencerahan/penembusan Dhamma.

Pertanyaan   : Setelah sungguh-sungguh menembus Dhamma apakah seseorang hanya mengalami kedamaian Nibbana hanya sekali pada setiap tingkatan sebelum mencapai tingkat kesucian tertinggi, pada tingkat sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Kebebasan akhir (Arahatta)?
(catatan: Keempat tingkatan ini adalah tingkat kesucian yang secara tradisional diterangkan dalam kitab suci Buddhist. Lebih lanjut tingkatan kesucian ini dijabarkan sebagai tingkat kemampuan dalam memotong belenggu sesuai daftar di bawah ini)
Jawaban   : Kita dapat mengulangi pengalaman menembus Dhamma (Nibbana) tanpa perlu memotong belenggu lebih lanjut. Kesepuluh belenggu yang membelenggu kita pada roda kelahiran kembali adalah:

1. Pandangan salah mengenai adanya hakekat diri
2. Keragu-raguan dan ketidak-pastian
3. Kemelekatan pada upacara dan ritus.
4. Nafsu-nafsu inderawi
5. Kemarahan dan itikad jelek
6. Keinginan terlahir di alam berwujud
7. Keinginan terlahir di alam tak berwujud
8. Kesombongan dan keangkuhan
9. Kegelisahan dan keingin-tahuan
10. Kegelapan batin

Para pemenang arus (Sotapanna) telah melenyapkan ketiga belenggu pertama pada waktu penembusan Dhamma. Mereka yang kembali sekali lagi (Sakadagami) telah melemahkan sisanya, sedangkan mereka yang tak kembali lagi (Anagami) telah melenyapkan lima yang pertama. Dan Arahat, yang terbebas dari seluruh kekotoran batin, terbebas dari kelahiran kembali, telah melenyapkan semua belenggu.


Pertanyaan   : Propinsi di sekitar Vihara Anda selalu terlibat dalam konflik antara pemerintah dan pemberontak komunis, menurut Anda apakah peran bagi para bikkhu atau guru seperti anda dalam konflik ini?
Jawaban   : Salah satu mengapa ajaran Buddha masih ada setelah lebih dari 2500 tahun karena Bhikkhu tidak pernah berpihak dalam politik. Dhamma ada di luar politik. Vihara kita adalah tempat pelarian/perlindungan dari kancah perperangan, sama seperti Dhamma adalah tempat perlindungan dari kancah perperangan melawan hawa nafsu. Saya berbagi ajaran saya secara merata ke semua yang datang dan saat saya pergi untuk mengajar kepada mereka yang meminta. Di pegunungan saya telah membabarkan Dhamma kepada kaum komunis dan di kota kepada pasukan pemerintah, tetapi hanya setelah mereka meletakkan senjata mereka. Kedamaian, kebahagaian sejati tidak akan datang dari perubahan sosial, kedua sisi yang berperang boleh mempunyai cara pandang yang sah, tetapi kedamaian sejati berasal dari dalam diri yang bisa muncul melalui Dhamma. Bagi Bikkhu dan orang biasa, keamanan datang dari Dhamma, dari kebijaksanaan melihat ketidak kekalan di dunia.


Pertanyaan   : Apakah kita butuh seorang guru atau kita bisa berlatih sendiri?
Jawaban   : Apabila seseorang telah membaca dan mendengar banyak dan benar tentang Dhamma, maka sangat mungkin dia bisa terus berlatih tanpa bimbingan. Tetapi, bahkan dengan pengetahuan yang bagus pun, seseorang dapat terjebak atau tertipu pada pikiran yang masih labil.  Saya selalu menganjurkan secara serius bahwa latihan harus dilakukan di bawah bimbingan guru yang mempunyai pengertian jernih pada jalur dan bahaya-nya.  Juga sangat menunjang untuk menjadi bagian dari sebuah kelompok Dhamma, di mana teman yang lebih berpengetahuan dapat membantu sesama. Nafsu dan ketidakjernihan telah sangat lama menghambat dan mengendalikan hidup kita, kita membutuhkan sebanyak mungkin dukungan dan bimbingan untuk menemukan jatidiri kita sendiri dan menjadi terbebas.

Pertanyaan   : Apakah penting untuk mempunyai tujuan yang murni saat datang ke vihara untuk bermeditasi?
Jawaban   : Banyak sebab membawa orang datang ke Dhamma, kadang bisa dilihat kadang tidak. Kadang mungkin ada nafsu yang buruk yang yang membawa kita untuk mendengar Dhamma atau meditasi dan kemudian mendapat hasil yang baik. Tidak sedikit dari para anagarini di sini yang memberitahu saya sebagian alasan awal mereka datang tadinya adalah karena mereka melihat saya atau salah satu asisten saya  ganteng atau menarik. Tetapi setelah berada di sini, mereka melepaskan alasan mereka datang dan sekarang menjadi yogi yang baik dan murid Dhamma yang tekun. Bagi anda yang mau berlatih, maka hal yang penting adalah saat ini, anda tidak perlu memikirkan apa yang membawa anda ke Dhamma, melainkan pikiran, keinginan dan tujuan anda saat ini. Latihan Samatha dan Vipasana mempunyai kekuatan untuk memotong karma lampau. Saat anda terkonsentrasi dan sadar secara jernih, anda telah melepas nafsu dan telah berhenti membuat karma baru. Karma lampau kita akan berbuah, tetapi perhatian murni memungkinkan bagi kita untuk memotong rantai yang mengikuti karma masa lampau atau corak masa lampau.

Pertanyaan   : Anda selalu menghubungkan 3 buah istilah : Dhamma, Keadaan Alami dan Keadaan Biasa, bisakah coba Anda jelaskan?
Jawaban   : Semua ini memiliki basis yang sama. Alam akan menguak tabirnya sendiri secara alami dan spontan. Umum atau biasa adalah bahwa yang terjadi itu tidak disertai oleh adanya intervensi. Dan Dhamma adalah kebenaran mengenai segala sesuatu apa adanya, sedangkan Dhamma sebagai ajaran adalah cermin Kebenaran dalam kata-kata. Dhamma mengarahkan pikiran kembali pada apa yang alami, ke sifat alami kita. Kemudian kita melihat bahwa segala sesuatu adalah memang demikian secara alami – tak ada yang istimewa, biasa dan umum dalam pengertian yang paling dalam. Jadi Dhamma membawa kita kembali kepada alam dan kebenaran umum. Dan melihat sifat dan keberadaan alami kita lebih jelas, kita dibawa pada pengertian lebih dalam tehadap Dhamma. Lingkaran ini berlanjut hingga hati dan pikiran kita menyatu dengan alam, hingga semua aspek alami dan keberadaaan kita menjadi jelas yang secara sederhana disebabkan terkuaknya tabir Dhamma.


Pertanyaan   : Hal apa saja yang masih menjadi kendala saat Anda sendiri bermeditasi?
Jawaban   : Saat pertama kali mengajar, saya terlalu mengkhawatirkan kemajuan murid-murid saya, saya ingin agar mereka ini mengerti Dhamma dan mendapat faedah dari meditasi secepat mungkin. Saya juga khawatir dengan ketertiban di Vihara saya, sangat penting bagi saya Vihara harus kelihatan rapi oleh para dermawan, dan semua bermeditasi secara serius. Saya merasa harus mengawasi secara seksama semua kegiatan-kegiatan di Vihara. Sekarang saya hampir melepaskan semua hal-hal tadi, Vihara bisa berjalan dengan sendirinya secara baik, murid-murid saya belajar dan berkembang pada tahap yang alami dan yang terbaik untuk mereka masing-masing. Saya menyediakan ajaran dan lingkungan yang nyaman, selebihnya tergantung diri mereka sendiri. Saya tetap masih ada beban dari masalah ini, sejak kecil saya selalu bermeditasi metta, ini masih merupakan kekuatan dalam hidup saya, dengan ini ada kemelekatan pada keinginan membantu orang lain. Saya ingin mereka merasakan faedah dari Dhamma, dari meditasi mereka secepat mungkin, saya ingin mereka melihat akhir dari penderitaan. Sekarang dalam latihan saya, saya berusaha untuk mengubah metta dan kemelekatan ini menjadi kasih sayang dan keseimbangan batin yang lebih sempurna. Sangat penting untuk di ketahui, seseorang harus mempunyai tanggung jawab pada pengembangan dirinya sendiri di dalam Dhamma. Ini adalah proses yang alami, ajaran Sang Buddha adalah semacam katalis bagi pertumbuhan kebijaksanaan yang alami.

dari kutipan buku
Living Dharma:
Teachings of 12 Buddhist Masters
karya Jack Kornfield
terbitan Shambala, tahun 1996
ACHAAN JUMNIEN, Bab 15, hl. 272 - 285

Kumpulan wawancara dengan ajahn Junmien ( 1 )


di Wat Sukontawas, Surrathanis, Thailand.


Pertanyaan    : Jenis meditasi apakah yang anda ajarkan di sini?
Jawaban    : Disini anda bisa melihat para yogi berlatih berbagai macam teknik meditasi. Buddha sendiri menerangkan lebih dari 40 teknik meditasi kepada para pengikut-Nya. Tidak semua orang mempunyai latar belakang yang sama, kemampuan yang sama. Saya tidak hanya mengajarkan satu teknik saja melainkan berbagai macam teknik meditasi, memilih mana yang terbaik untuk masing-masing siswa. Beberapa di antaranya ada yang berlatih pernapasan, sementara ada juga yang berlatih untuk mengamati sensasi di tubuh. Sebagian lagi berlatih cinta kasih/metta. Untuk beberapa yang datang saya memberi petunjuk untuk berlatih meditasi pandangan terang awal, dan untuk yang lain saya mengajarkan metode samatha yang bertujuan membimbing mereka pada latihan pandangan terang lebih tinggi dan kebijaksanaan.

Pertanyaan   : Anda mengatakan ada banyak cara bagus untuk berlatih. Bagaimana dengan klaim guru-guru yang lain bahwa cara merekalah yang sesuai dengan ajaran Buddha dan teknik lain tidak akan menuju ke pencerahan?
Jawaban   : Inti semua latihan yang diajarkan oleh Buddha dapat diringkas dalam satu kalimat: Jangan melekat terhadap apapun. Sering bahkan orang yang bijaksana pun masih melekat kepada satu cara/metode yang cocok untuk mereka. Mereka masih tidak dapat melepaskan secara penuh kemelekatan pada metodenya, guru mereka. Mereka tidak sejalan dengan secara umumnya dari semua latihan kita. Ini tidak berarti bahwa mereka adalah guru yang kurang baik. Anda harus berhati-hati dalam menilai mereka, atau melekat kepada ide anda bagaimana seharusnya seorang guru itu. Kebijaksanaan bukanlah sesuatu yang bisa kita jadikan kemelekatan. Membiarkan terbebas dari kemelekatan akan membuat kebijaksanaan mengalir. Saya sangat beruntung bisa menguasai beragai latihan dari para guru sebelum saya mulai mengajar. Sangat banyak cara yang baik, yang paling penting adalah anda bertekad untuk berlatih secara sungguh-sungguh dengan keyakinan dan semangat. Dan anda akan tahu hasilnya sendiri.

Pertanyaan   : Apakah Anda menginstruksikan pengikut untuk mulai dengan meditasi vipasana atau dengan samatha?
Jawaban   : Lebih sering mereka memulai dengan latihan pandangan terang, kadang saya juga memulai dengan latihan meditasi samatha (jhana), apalagi jika mereka sudah mempunyai pengalaman meditasi atau mereka mudah untuk berkonsentrasi. Tetapi pada akhirnya, semua harus kembali ke latihan meditasi pandangan terang.
Ada kotbah dalam kitab suci Tipitaka dimana saat Sang Buddha menerima kunjungan beberapa umat awam dan berbicara mengenai poin ini. Buddha menjabarkan macam-macam sifat para Bhikkhu yang duduk berkelompok di pekarangan di hadapan sang  Buddha :

Lihatlah bagaimana para bhikkhu yang memiliki kecenderungan dengan sifat kebijaksanaan yang tinggi, berkumpul bersama Sariputra, siswa-Ku yang paling bijaksana. Juga lihatlah, bagaimana mereka yang memiliki kecenderungan terhadap kekuatan supranatural berkumpul dengan siswa-Ku yang utama Maha Moggalana. Dan yang memiliki kecenderungan terhadap peraturan kebhikkhuan, bersama dengan Upali, ahli Vinaya, sementara mereka yang berkecenderungan dalam Jhana lebih menonjol……….
Jadi bisa kita lihat sejak jaman sang Buddha, guru-guru selalu memberikan kelonggaran memilih jenis meditasi yang cocok untuk sang yogi.

Pertanyaan    : Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu tektik meditasi yang cocok bagi seseorang?
Jawaban   : Dalam membimbing siswa, saya melihat pengalaman latihan dia di masa lalu dan kecenderungan. Saya juga mempertimbangkan berapa banyak waktu dan tenaga yang murid ini bisa luangkan untuk berlatih meditasi: Apakah dia ini belum berpengalaman, apakah dia berlatih satu jam sehari ataukah dia ini seorang Bikkhu yang berkeinginan untuk berlatih sepanjang hari? Juga mengenai temperamen, apakah temperamen murid ini mempengaruhi latihan meditasinya? Meditasi cinta kasih/metta adalah awal yang baik untuk yang suka marah-marah. Meditasi pengendalian diri adalah baik untuk murid yang lebih memperhatikan orang-orang di sekitar ketimbang latihannya sendiri. Banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih meditasi yang cocok. Meditasi adalah jalan hidup. Yang kita bicarakan di sini adalah meditasi sebagai teknik untuk mengembangkan diri lebih jauh, tetapi kita harus ingat setiap hal dalam kehidupan merupakan meditasi. Berbicara soal teknik, jika anda memilih salah satu dari teknik dasar Buddhist yang mengarah pada pandangan terang, dan berlatih dengan sungguh-sungguh, anda tak akan salah.

Pertanyaan   : Apakah Anda bisa memberi tips mengenai seperti apakah caranya untuk mengarahkan latihan kita?
Jawaban   : Latihan harus diarahkan berlawanan dengan kemelekatan atau rintangan batin yang menonjol dari anda. Jika anda jujur terhadap diri anda, anda bisa mengenali hal ini dengan mudah. Sebagai contoh, jika temperamen kita adalah temperamen yang membawa anda pada ketidak-pedulian, anda harus lebih berupaya keras untuk melatih kasih sayang. Jika nafsu adalah masalahnya, gunakan  perenungan terhadap bagian tubuh yang menjijikan, sampai anda dapat melihat sifat alamiah secara lebih jelas, bebas dari nafsu kita dengan sendirinya. Kalau anda merasa penuh keraguan dan penuh khayalan, kembangkanlah pengamatan dan rasa kepekaan terhadap latihan anda, belajar dan amati secara jelas bagaimana cara mengatasi kekurangan tersebut. Tetapi anda harus berlatih dengan penuh pengabdian dan kejujuran, anda harus memiliki pengabdian pada jalan yang anda pilih sendiri dengan keinginan yang tidak pernah padam untuk mengetahui kebenaran. Kalau tidak, maka latihan anda tidak berkembang dan malah nantinya hanya akan menjadi seperti ritual/kebiasaan belaka! Pengakhiran lobha, dosa dan moha di dalam hati kita adalah tujuannya. Perlahan-lahan, dari waktu ke waktu, anda tetap di jalan anda dengan kokoh. Berlatihlah tanpa rasa takut sampai ke arah kemelekatan anda, lakukan terus sampai anda terbebaskan. Hanya itu.

Pertanyaan   : Lebih baik latihan sendiri atau di dalam kelompok meditasi?
Jawaban   : Berbeda-beda, Dalam hal yogi yang baru, jika mereka serius dan bersemangat tinggi, akan lebih baik jika mereka berlatih sendiri dan diawasi secara seksama pada saat awal-awal meditasi. Bagi yang kurang serius, atau kurang disiplin, atau yang kurang stabil dan perlu dekat dengan guru, mereka ini harus berlatih di dalam group yang lebih terstruktur dan lebih mendukung. Dengan cara ini mereka bisa dibantu dan diinspirasi dan dapat menggunakan semangat/tenaga dari kelompok untuk menguatkan latihan mereka. Sedangkan bagi murid yang berpengalaman, jika mereka disiplin dan tulus, menyendiri dalam kesunyian adalah yang terbaik. Siswa-siswi seperti ini akan dapat menolong diri mereka sendiri dan jalan mereka akan lebih dalam tanpa harus didorong oleh guru atau group-nya. Bagi yang kurang disiplin, walaupun berpengalaman, lebih baik bagi mereka untuk berlatih di dalam kelompok. Disiplin dan latihan yang sungguh-sungguh akan membantu mereka menembus penolakan dari dalam diri sendiri hingga mereka bisa melihat kebenaran Dhamma. Setelah itu latihan mereka akan berkembang, baik sendiri atau di dalam kelompok, sama saja.

Pertanyaan   : Apakah Anda juga menganjurkan latihan yang keras dan di tempat yang terisolir?
Jawaban   : Tentu saja. Bagi yang siap, latihan intensif yang ketat sangatlah berguna. Jika terisolasi akan lebih cepat meraih konsentrasi yang kuat dan pandangan terang yang jernih. Bahkan saat ini pun, saya sendiri selama sebulan dalam setahun, pergi hanya berbekalkan jubah dan mangkuk, tinggal sendiri di dalam hutan dan berlatih dengan intensif. Murid-murid disini dianjurkan untuk melakukan hal yang sama. Dengan pengalaman yang bertambah, mereka dapat menemukan keseimbangan sendiri antara pergi untuk retret intensif secara berkala dan di luar waktu itu hidup dalam kehidupan meditasi sehari-hari.
Sedangkan latihan dalam retret intensif, dalam retret yang lebih lama siswa saya biasanya berlatih vipassana sederhana, mengamati perubahan pada batin dan jasmani. Untuk jangka waktu yang lebih pendek seringkali efektif pada latihan konsentrasi tertentu atau mencoba mencoba menerobos sikap tubuh tertentu. Pada akhirnya, latihan harus kembali ke pandangan terang dan melepas. Ini tujuan dari semua ajaran Sang Buddha.

Pertanyaan   : Dapatkah anda menerangkan proses menerobos melalui sikap tubuh
Jawaban   : Ketakutan kita pada rasa sakit dan kemelekatan kita kepada tubuh kita akan mengintervensi kejernihan dan kebijaksanaan batin kita. Bagi para siswa yang memiliki semangat dan kecenderungan, saya menganjurkan latihan pandangan terang, memusatkan perhatian pada gerakan atau perasaan / sensasi (vedana) yang muncul pada tubuh kita. Ini dilakukan pada waktu bertahan hanya pada satu sikap tubuh – entah berdiri berjalan atau duduk untuk waktu yang lama. Ketika sang yogi bertahan pada satu sikap tubuh, rasa sakit bertambah kuat dan ia harus berkonsentrasi langsung pada perasaan-perasaan ini. Perasaan sakit pada tubuh ini adalah objek yang tepat untuk konsentrasi. Pada akhirnya batin akan melihat rasa sakit bukan sebagai rasa sakit tetapi merupakan sensasi jernih yang baik yang disukai maupun yang tidak disukai muncul dan tenggelam dalam tubuh. Seringkali para yogi duduk atau berdiri selama dua puluh empat jam dalam satu posisi. Ketika kita telah berhenti bergerak, penderitaan (rasa sakit) yang memang ada dalam tubuh kita mulai memperlihatkan diri. Kadang-kadang baru setelah delapan jam atau lebih baru sang yogi dapat memecahkan kemelekatannya terhadap rasa sakit pada tubuhnya. Setelah itu tak perlu bergerak. Batin menjadi sangat jernih, terkonsentrasi, dan lentur. Kebahagiaan dan kegairahan batin mengikuti pecahnya rasa sakit ini. Meditator dapat melihat dengan jernih dengan batin yang seimbang, timbul dan tenggelamnya fenomena batin dan jasmani. Bersamaan dengan terhentinya keinginan dan berkembangnya konsentrasi maka kebijaksanaan juga berkembang.
Mengeliminasi sensasi posisi tubuh adalah satu dari banyak latihan-latihan yang kita gunakan di sini. Ini hanya digunakan bagi yogi yang serius dan dibawah pengawasan seksama.


Bersambung

diterjemahkan dari kutipan buku
Living Dharma:
Teachings of 12 Buddhist Masters
karya Jack Kornfield
terbitan Shambala, tahun 1996
ACHAAN JUMNIEN, Bab 15, hl. 272 - 285

Ajahn Jumnien



LUANGPOR  JUMNEAN CHONSAKHORN

Biodata ini diterjemahkan dari kutipan buku
Living Dharma:
Teachings of 12 Buddhist Masters
karya Jack Kornfield
terbitan Shambala, tahun 1996
ACHAAN JUMNIEN, Bab 15, hl. 272 - 285


Lahir di pedesaan, saat berusia muda beliau sempat berguru kepada seorang umat tunanetra yang berprofesi sebagai tabib tradisional dan juru ramal. ACHAAN JUMNIEN telah mulai berlatih meditasi semenjak ia berusia 6 tahun. Arahan meditasi pertama yang diberikan kepadanya adalah teknik meditasi samatha (samatha-bhavana) dan meditasi cinta kasih (metta-bhavana). Ia juga berlatih sebagai tabib tradisional dan selalu diingatkan untuk tetap berlatih meditasi dan hidup selibat / tidak berumah tangga. Beranjak dewasa, banyak penduduk desa sekitar yang meminta pertolongannya dan pada usia 20 tahun beliau ditahbiskan menjadi seorang Bhikkhu Theravada. Beliau melanjutkan latihan bermacam-macam teknik meditasi samatha dengan guru-guru terkemuka di Thailand, mengembara sebagai bhikkhu dhutanga, dan kemudian mempelajari secara intensif meditasi vipasana dengan arahan dari Achaan (Lee) Dhammadaro di Wat Tow Kote.

Ketika beliau diminta untuk mengajar, beliau baru berusia 30-an tahun dan dikenal oleh masyarakat setempat karena kebijaksanaannya dalam menjelaskan Dhamma dan kekuatan cinta kasih (metta)-nya. Penduduk di Wat Sukontawas secara khusus meminta beliau untuk datang dan mengajar. Daerah ini pada saat itu sedang mengalami masalah yang serius dimana daerah yang berupa hutan lebat dan perkebunan karet di sebelah selatan Thailand adalah pusat pertikaian sengit yang kerap terjadi antara pihak pemerintah Thailand dengan para kaum pemberontak komunis. Saat beliau tiba dan mulai mengajar, beliau diancam harus segera meninggalkan daerah itu atau akan ditembak, tetapi beliau tetap saja tinggal dan mengajar. Dengan kekuatan Dhamma-nya, beliau akhirnya bisa mengajar prajurit-prajurit pemerintah di kota dan kemudian beliau juga diundang oleh pemberontak komunis yang bermarkas di hutan untuk mengajar. Kedua pihak bahkan menawarkan untuk melindungi vihara beliau. Beliau menjawab: “Hidup harmonis sejalan dengan Dhamma sejati adalah satu-satunya perlindungan yang beliau butuhkan.”

ACHAAN JUMNIEN adalah guru yang sangat terbuka untuk menggunakan berbagai macam teknik latihan meditasi. Beliau telah banyak belajar dan tidak hanya fokus kepada satu teknik meditasi saja tetapi beliau akan mengajarkan teknik yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan, kepribadian dan karakter kemelekatan murid-murid beliau. Meskipun teknik-teknik awalnya berbeda, beliau pada akhirnya selalu mengarahkan kembali ke latihan meditasi vipasana, melihat sifat alamiah proses batin dan jasmani sebagai sesuatu yang selalu berubah, tidak memuaskan dan tanpa aku. Adalah bagian dari pengajaran Beliau di mana tidak hanya satu jalan saja yang benar. Beliau mengajarkan pengembangan pada Dhamma sebagai eksperimen dan penyelidikan pada nafsu keinginan dan ketidak-puasan kita, mengamati kemajuan meditasi kita sebagai salah satu aspek dari pengembangan pandangan terang. Beliau membimbing murid-muridnya secara seksama, terlebih ketika mereka sedang berada dalam tingkat konsentrasi yang tinggi atau sedang mengatasi rasa sakit di saat praktek meditasi yang intensif (dua di antara cara khususnya dalam berlatih). Beliau selalu mengingatkan jalan kita di dalam Dhamma adalah pengamatan dan penyelidikan tiada henti. Seperti yang beliau katakan: Sangat penting untuk diketahui bahwa kita harus bertanggung jawab atas perkembangan Dhamma di dalam diri kita masing-masing. Berlatih hanya untuk diri sendiri dan ini merupakan suatu proses selama sepanjang hidup kita, meskipun kita boleh menggunakan satu teknik meditasi tertentu untuk suatu waktu, penghentian selamanya dari semua keinginan, kedamaian akhir, adalah merupakan kesimpulan akhir yang hakiki dari latihan spiritual kita.

Wat Sukontawas adalah daerah lereng pegunungan dimana kuti-kuti para yogi dibangun di antara barisan pepohonan karet. Selama musim hujan, sebanyak seratus hingga dua ratus orang bikkhu dan anagarini belajar dibawah bimbingan ACHAAN JAMNIEN. Sebanyak setengah lusin Bikkhu dari negara barat juga pernah belajar di sana; meskipun beliau tidak bisa berbahasa inggris, biasanya penterjemah selalu saja ada. ACHAAN JUMNIEN adalah sosok pribadi yang menyegarkan, penuh canda dan bersahaja.

Pada saat penerbitan buku ini, penulis mendapat kabar bahwa beliau telah memindahkan biaranya ke sejumlah gua di kawasan pegunungan Krabi, Thailand Selatan.

Ajahn Chah

Ajahn Chah lahir pada tanggal 17 Juni 1918 di sebuah desa kecil di dekat Kota Ubon Rajathani, Thailand Timur Laut. Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya, ia melewatkan tiga tahun sebagai samanera sebelum kembali ke kehidupan awam untuk membantu orang tuanya di ladang. Akan tetapi, pada usia 20 tahun, ia memutuskan untuk memasuki kehidupan monastik, dan pada 26 April 1939 ia menerima penahbisan bhikkhu.

Kehidupan monastik awal Ajahn Chah mengikuti pola tradisional, mempelajari ajaran Buddhis dan bahasa Pali. Pada tahun kelimanya, ayahnya sakit parah dan wafat, suatu pengingat langsung akan kerentanan dan kegentingan kehidupan manusia. Hal ini menyebabkan ia berpikir mendalam tentang tujuan sejati kehidupan, sebab meskipun telah banyak belajar dan meraih beberapa kefasihan bahasa pali, agaknya ia tidak lebih dekat pada pemahaman pribadi tentang akhir Dukkha. Perasaan kecewa pun merasuk, dan akhirnya (pada tahun 1946), ia meninggalkan pelajarannya dan memulai ziarah pertapaan.

Ia berjalan sekitar 400 km ke Thailand Tengah, tidur di hutan dan menerima dana makanan di desa-desa sepanjang perjalanan. Ia lalu singgah di sebuah vihara dimana Vinaya (disiplin monastik) dipelajari dan dipraktikkan secara saksama. Saat di sana, ia diberitahu tentang Ajahn Mun Buridatto, seorang guru meditasi yang paling dihormati. Merasa bergairah untuk bertemu guru sematang itu, Ajahn Chah memulai perjalanan kaki ke Thailand Timur Laut untuk mencari sang guru.

Pada waktu inilah Ajahn Chah bergulat dengan sebuah masalah penting. Ia telah mempelajari ajaran tentang moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan, yang naskahnya terbabar secara sangat terperinci, namun ia tidak dapat melihat bagaimana sesungguhnya teori-teori itu dapat dipraktikkan. Ajahn Mun memberitahunya bahwa meskipun ajaran Buddha memang luas, tetapi pada intinya ajaran Buddha sangatlah sederhana. Dengan kesadaran yang mapan, jika terlihat bahwa segala sesuatu muncul di dalam hati..., persis di sanalah jalan praktik sejati berada. Ajaran yang lugas dan langsung ini adalah sebuah penyingkapan bagi Ajahn Chah, dan mengubah pendekatannya terhadap praktik. Jalan menjadi jelas.

Selama tujuh tahun berikutnya, Ajahn Chah berlatih dalam gaya tradisi hutan yang ketat, berkelana melintasi pedesaan dalam upaya pencarian tempat-tempat yang sunyi dan terpencil untuk mengembangkan meditasi. Ia tinggal di rimba yang dipenuhi macan dan kobra, menggunakan perenungan terhadap kematian untuk menembus makna sejati kehidupan. Pada suatu kejadian, ia berlatih di sebuah lahan pembakaran mayat, untuk menantang dan akhirnya mengatasi rasa takutnya terhadap kematian. Lantas, kala duduk kedinginan dan basah kuyup di tengah hujan badai, ia berhadapan dengan kesendirian dan kesepian total seorang bhikkhu pengembara.

Pada tahun 1954, setelah bertahun-tahun berkelana, ia diundang kembali ke kampung halamannya. Ia menetap di dekat situ, di biang malaria, sebuah hutan berhantu yang disebut "Pah Pong". Walau menderita karena malaria, pondok yang buruk, dan kelangkaan makanan, jumlah murid yang berkumpul di sekitarnya terus meningkat. Vihara yang kini dikenal sebagai Wat Pah Pong dimulai di sana, dan akhirnya vihara-vihara cabang pun dibangun di berbagai tempat lain.

Pada tahun 1967, seorang bhikkhu Amerika datang untuk tinggal di Wat Pah Pong. Ajahn Sumedho yang baru ditabhiskan ini baru saja melewati vassa (retret musim hujan) pertamanya berlatih meditasi intensif di sebuah vihara di dekat perbatasan Laos. Meskipun usahanya membuahkan beberapa hasil, Ajahn Sumedho menyadari bahwa ia membutuhkan seorang guru yang dapat melatihnya dalam seluruh aspek kehidupan monastik. Secara kebetulan, seorang murid Ajahn Chah--yang bisa sedikit berbahasa Inggris--mengunjungi vihara tempat Ajahn Sumedho tinggal. Saat mendengar tentang Ajahn Chah, ia mohon pamit pada guru pembimbingnya, dan ikut ke Wat Pah Pong bersama Bhikkhu Tersebut.

Ajahn Chah bersedia menerima murid baru tersebut, tetapi menegaskan bahwa sang murid tidak akan menerima perlakuan khusus sebagai orang Barat. Dia akan mendapatkan makanan yang sama sederhananya, dan praktik dengan cara yang sama sebagaimana bhikkhu lainnya di Wat Pah Pong. Latihan di sana benar-benar keras dan menakutkan. Ajahn Chah sering menekan murid-muridnya sampai batas kemampuan mereka, untuk menguji kekuatan daya tahan mereka sehingga mereka akan dapat mengembangkan kesabaran dan keteguhan. Terkadang ia memprakarsai proyek-proyek karya yang lama dan seakan tanpa tujuan, dalam rangka mematahkan kelekatan mereka terhadap keheningan. Penekanannya selalu pada kepasrahan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, dan tekanan besar ditaruh pada pelaksanaan ketat Vinaya.

Dalam serangkaian peristiwa, orang-orang Barat lainnya datang ke Wat Pah Pong. Seiring waktu, Ajahn Sumedho menjadi bhikkhu lima vassa, dan Ajahn Chah menganggapnya cukup cakap untuk mengajar, beberapa bhikkhu baru ini juga memutuskan untuk tinggal dan berlatih di sana,

Pada musim panas tahun 1975, Ajahn Sumedho dan sekelompok kecil bhikkhu Barat lainnya melewatkan beberapa waktu tinggal di sebuah hutan tak jauh dari Wat Pah Pong. Penduduk desa setempat memohon mereka untuk tetap tinggal, dan Ajahn Chah memperkenankan. Demikianlah Wat Pah Nanachat (International Forest Monastery) terbentuk, dan Ajahn Sumedho menjadi kepala dari vihara pertama di Thailand yang dikelola oleh dan untuk bhikkhu-bhikkhu berbahasa Inggris.

Pada tahun 1977, Ajahn Chah diundang mengunjungi Inggris oleh English Sangha Trust, untuk mengadakan sebuah kegiatan amal dengan tujuan meneguhkan Sangha Buddhis setempat. Ia mengajak serta Ajahn Sumedho dan Ajahn Khemadhammo, dan karena melihat minat serius di sana, meninggalkan murid-muridnya di London di Vihara Hampstead (bersama dua murid barat lainnya yang lalu mengunjungi Eropa).

Pada tahun 1979, ia datang lagi ke Inggris, yang saat itu para bhikkhu meninggalkan London untuk membangun Chithurst Buddist Monastery di Sussex. Ia kemudian pergi ke Amerika dan Kanada untuk berkunjung dan mengajar.

Setelah perjalanan ini, dan sekali lagi pada tahun 1981, Ajahn Chah melewatkan ''musim hujan'' jauh dari Wat Pah Pong, karena kesehatannya menurun akibat diabetes yang melemahkannya. Saat penyakitnya bertambah parah, ia menggunakan tubuhnya sebagai sebuah pengajaran, sebuah contoh nyata dari ketidakkekalan segala sesuatu. Ia terus mengingatkan orang-orang untuk berjuang menemukan pernaungan sejati di dalam diri mereka, karena ia tidak akan mampu mengajar terlalu lama lagi.

Sebelum akhir ''musim hujan'' tahun 1981, Ajahn Chah dibawa ke Bangkok untuk menjalani operasi, akan tetapi tindakan itu tak banyak berarti untuk meningkatkan kesehatannya. Dalam beberapa bulan ia berhenti bicara, dan berangsur kehilangan kendali atas anggota tubuhnya, hingga akhirnya lumpuh dan menjadi tawanan ranjang. Semenjak itu, ia dirawat dengan telaten dan penuh cinta kasih oleh murid-muridnya yang berbakti.

Ajahn Chah wafat 16 Januari 1992, pada usia 74, meninggalkan komunitas biarawan dan perumah-tangga di Thailand, Inggris, Swiss, Itali, Prancis, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat, di mana praktik ajaran Buddha masih berlangsung berkat inspirasi guru besar meditasi ini.

sumber: Inipun Akan Berlalu - Ajahn Chah, Ehipassiko Foundation